Category:
Pahlawan Tanah Pasundan
Peringatan Hari Kartini yang jatuh pada 21 April semoga benar-benar dimaknai lebih dalam dari ucapan “Selamat Hari Kartini. Perilaku, semangat, dan kemandirian Kartini semoga bisa menjadi dorongan untuk wanita-wanita Indonesia untuk berkarya.
Bukan hanya Kartini, Bandung juga memiliki sosok serupa Kartini. Dewi Sartika namanya, lahir di Bandung, 4 Desember 1884 dan sudah diakui sebagai pahlawan Nasional oleh pemerintah tahun 1966. Dewi Sartika dikenal sebagai salah satu tokoh perintis pendidikan bagi para kaum wanita yang amat disegani.
Raden Dewi Sartika mengikuti pendidikan Sekolah Dasar di Cicalengka, sejak kecil Dewi Sartika sudah menunjukkan minatnya di bidang pendidikan. Sejak anak- anak, beliau senang memerankan perilaku seorang guru. Contohnya, sepulang sekolah, Dewi kecil selalu bermain sekolah-sekolahan dengan teman-teman anak perempuan sebayanya, ia sangat senang berperan sebagai guru. Waktu itu Dewi Sartika berumur sekitar sepuluh tahun, ketika itu Cicalengka digemparkan oleh kemampuan baca-tulis dan beberapa patah kata dalam bahasa Belanda yang ditunjukkan oleh anak-anak pembantu kepatihan. Waktu itu belum banyak anak-anak (apalagi anak rakyat jelata) berkemampuan seperti itu, apalagi diajarkan oleh seorang anak perempuan.
Dewi Sartika sudah berpikir agar anak-anak perempuan di sekitarnya bisa memperoleh kesempatan menuntut ilmu pengetahuan. Beliau berjuang mendirikan sekolah di Bandung, Jawa Barat. Tahun 1904 Dewi Sartika berhasil mendirikan “Sakola Istri”. Sekolah ini hanya dua kelas sehingga tidak cukup untuk menampung semua aktivitas sekolah. Untuk ruangan belajar, Dewi Sartika harus meminjam ruangan Kepatihan Bandung. Awalnya, muridnya hanya dua puluh orang dan murid- murid hanya belajar berhitung, membaca, menulis, menjahit, merenda, menyulam, dan pelajaran agama.
Sekolah Istri tersebut terus mendapat perhatian positif dari masyarakat. Sekolah Istri pun kemudian dipindahkan ke tempat yang lebih luas. Dewi Sartika berusaha keras mendidik anak-anak gadis agar bisa menjadi ibu rumah tangga yang baik, bisa berdiri sendiri, luwes, dan terampil. Dewi Sartika juga berusaha keras menutupi biaya operasional sekolah dibantu dari berbagai pihak terutama dari Raden Kanduruan Agah Suriawinata, suaminya.
Seluruh wilayah Pasundan sudah memiliki Sakola Kautamaan Istri di tiap kota kabupatennya tahun 1920, ditambah beberapa yang berdiri di kota kewedanaan. Bulan September 1929, Dewi Sartika mengadakan peringatan pendirian sekolahnya yang telah berumur 25 tahun, yang kemudian berganti nama menjadi “Sakola Raden Dewi”. Atas jasanya bidang pendidikan, Dewi Sartika dianugerahi bintang jasa oleh pemerintah Hindia-Belanda.
Dewi Sartika sudah berjuang melalui pendidikan dengan mendirikan sekolah. Berbagai tantangan dihadapi, khususnya di bidang pendanaan operasional sekolah. Berkat kegigihan dan ketulusan hatinya mendirikan berbagai sarana pendidikan khususnya untuk kaum wanita. Begitulah, 105 tahun yang lalu, seorang wanita pribumi bersikeras keharusan wanita harus cerdas demi kemajuan bangsa. Saat itu, pendidikan wanita pribumi, kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan, adalah suatu kalimat mustahil, namun kini tidak.
“Tetapi manusia itu, laki-laki ataupun perempuan, tidak cukup hanya baik saja. Tetapi harus juga memiliki pengetahuan dan kecakapan. Hanya dengan pendidikan kita akan tumbuh menjadi suatu bangsa,” katanya. (pst)