Category:
Mengenal Sistem Kartel Perdagangan
Sobat YA! tercinta, pasti kalian pernah mendengar atau membaca istilah kartel baik di televisi atau internet. Kartel adalah sekelompok pelaku usaha (perusahaan besar milik negara atau swasta) yang setuju untuk berkolusi dan melakukan suatu koordinasi perilaku/tindakan melalui suatu perjanjian untuk mencegah persaingan antar perusahaan di pasar yang bersangkutan, sehingga mereka dapat bertindak sebagai monopolis tunggal dan mendapatkan keuntungan (KPPU, 2017). Rokan (2010) menyatakan bahwa kartel adalah kerja sama dari produsen-produsen produk tertentu yang bertujuan untuk mengawasi produksi, penjualan dan harga serta untuk melakukan monopoli terhadap komoditas atau industri tertentu. Selain itu definisi kartel yang lain adalah persetujuan kelompok perusahaan dengan maksud mengendalikan harga komoditas tertentu serta mengendalikan perusahaan besar yang memproduksi barang yang sejenis (Balai Pustaka, 2001).
Kartel perdagangan umumnya terjadi pada produk perusahaan yang sifatnya homogen/sejenis (Nurhayati, 2011). Kartel perdagangan adalah suatu bentuk praktek perdagangan yang sangat mengganggu mekanisme pasar. Para pelaku usaha yang semestinya saling bersaing secara bebas justru melakukan perjanjian (persekongkolan) untuk mengatur/mengendalikan harga, jumlah produksi dan pembagian wilayah pemasaran.
Ternyata, kartel juga ada manfaatnya. Bagi anggotanya, kartel adalah tempat mendapatkan informasi aktual tentang perilaku pesaing yang lain diluar anggota kartel. Selain itu, anggota kartel perdagangan juga dapat melakukan strategi bisnis secara terorganisir untuk menghalangi pelaku usaha pendatang baru (Nurhayati, 2011). Dengan demikian kartel perdagangan sangat merugikan bagi pelaku usaha di luar anggota kartel karena akan kehilangan kesempatan untuk memperoleh laba. Selain itu, kartel juga merugikan konsumen karena produksi barang dibuat terbatas dan harga menjadi mahal.
Dalam sistem kartel perdagangan terdapat dua tujuan utama yaitu untuk meningkatkan keuntungan dan untuk membagi pasar. Cara yang dilakukan oleh para pelaku usaha anggota kartel untuk meningkatkan keuntungan adalah mengatur produksi dan distribusi barang di pasaran. Dengan cara ini maka pasokan barang di pasar dapat diatur oleh para pelaku usaha anggota kartel. Contoh, pada saat menjelang hari Raya Idul Fitri harga kebutuhan pokok menjadi mahal karena jumlah pasokan di pasar terbatas. Hal ini disebabkan karena banyak pelaku usaha anggota kartel yang sengaja menimbun barang untuk dijual kembali ketika harga di pasar tinggi.
Selanjutnya cara yang dilakukan oleh para pelaku usaha anggota kartel untuk membagi pasar adalah membuat kesepakatan harga jual barang dan menetapkan jumlah kuota. Pelaku usaha anggota kartel akan menetapkan harga jual sesuai kesepakatan anggota. Lalu, anggota kartel berhak memproduksi barang berapapun banyaknya dengan harga barang yang sudah disepakati sebelumnya. Selainnya, penetapan jumlah kuota pada sistem kartel dilakukan sesuai kesepatan anggota. Para pelaku usaha anggota kartel akan membagi pasar (wilayah distribusi) dengan jumlah maupun harga barang yang telah disepakati anggota.
Kartel perdagangan mengakibatkan kerugian bagi perekonomian negara maupun konsumen. Kerugian praktek kartel bagi negara adalah dapat menyebabkan terjadinya inefisiensi alokasi dan produksi, dapat menghambat inovasi dan penemuan teknologi baru, menghambat masukknya investor baru dan dapat menyebabkan kondisi perekonomian negara yang bersangkutan tidak kondusif dan kurang kompetitif dibandingkan negara-negara lain yang menerapkan sistem persaingan usaha yang sehat. Kerugian praktek kartel bagi konsumen adalah harga barang atau jasa akan lebih tinggi dibandingkan harga di pasar yang kompetitif.
Pemerintah telah melarang praktek kartel perdagangan di Indonesia. Pada pasal 17 ayat 1, 2 dan 11 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan dan Persaingan Usaha Tidak Sehat disebutkan bahwa:
“Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan pasar atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan tidak sehat” (UU No. 5 Tahun 1999 ayat 1)
“Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atau produksi dan/atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 apabila:
- Barang dan/atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya; atau
- Mengakibatkan pelaku usaha tidak dapat masuk kedalam persaingan usaha barang dan/jasa yang sama; atau
- Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu” (UU No. 5 Tahun 1999 ayat 2)
“Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan tidak sehat” (UU No. 5 Tahun 1999 ayat 11).
Oleh karenanya, untuk mencegah meluasnya praktik kartel di berbagai komoditas strategis, perlu penyelesaian masalah secara menyeluruh (komprehensif) dengan melibatkan seluruh stakeholder terkait seperti KPPU, Kepolisian dan Kejaksaan. Sementara dalam jangka panjang, pemerintah harus terus memperbaiki struktur perekonomian agar pelaku bisnis dapat berkompetisi secara fair. Sistem birokrasi perekonomian harus ditata dengan baik serta memberikan pembinaan dan akses masuk ke dalam industri kepada pelaku usaha kecil. [jr7]