Category:
Formula Syukur
Assalamualaikum, Sobat Ya! yang selalu dalam lindungan Allah Tuhan semesta alam. Segala puji bagi-Nya yang telah memberikan nikmat hidayah serta nikmat hembusan nafas yang masih bisa kita rasakan hingga saat ini, serta nikmat-nikmat lainnya yang tak akan pernah usai untuk kita sebut satu persatu.
Syukur, sebuah ungkapan masyhur yang telah dipelajari dari kecil hingga dewasa kita. Dalam kamus Al-Muhit karya Firuzabadi dan Lisanu-l-'Arab karya Fahruddin Arrazi secara bahasa Syukur diartikan sebagai "mengetahui kebaikan yang diberikan serta menyebarkannya dan memuji orang yang melakukannya", sedang secara istilah "Rasa terima kasih kepada Allah (maupun manusia) atas kebaikan yang telah diberikan, mengucapkan dengan lisan dan mengimplementasikannya dalam perbuatan dengan menjauhi larangannya dan menaati perintahnya." [^1]
Lebih tepatnya ucapan "terima kasih" jika ditujukan kepada sesama manusia dan ucapan "alhamdulillah" jika diucapkan kepada Allah sebagai respons atas nikmat atau kebaikan. Namun menurut syekh Ali Ash-Sabuni “الحمد” memiliki makna yang lebih luas dari pada " الشكر" yang mana syukur terbatas pada respons atas nikmat, sedangkan hamd memiliki makna yang mengandung pujian atas segalanya. Ketika menafsirkan ayat kedua dari surah al-Fatihah beliau mengungkapkan seolah Allah berfirman:
"Wahai hamba-hambaku jika kalian ingin berterima kasih dan memujiku, maka katakanlah Alhamdulillah! Bersyukurlah kepadaku atas kebajikanku dan kebaikanku kepada kalian! Aku adalah Tuhan dengan kebijaksanaan dan kemuliaan. Satu- satunya yang menciptakan makhluk. Tuhan manusia, jin, dan malaikat. Tuhan langit- langit dan bumi-bumi. Maka pujian serta syukur hanya milik Allah Tuhan semesta alam semata tiada lagi yang pantas selainnya"
Tak ayal lagi bagi kita manusia yang percaya atas zat yang satu untuk selalu mengucapkan pujian kepada-Nya atas nikmat yang telah diberikan. Dalam al-Qur’an surah Ibrahim ayat 7 Allah berfirman:
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat."
Dalam hal ini syukur nikmat berlawanan kata dengan kufur nikmat. Yang mana ketika kita bersyukur berarti kita menikmati dan mengakui nikmatnya, sebaliknya ketika kita kufur nikmat berarti kita menolak, mengingkari atau menutupi nikmat yang telah diberikan. Amat jelas dari ayat ini, sudah selayaknya kita untuk selalu bersyukur atas nikmat-Nya agar senantiasa Allah tambahkan nikmat-Nya berlipat ganda. Bukan berarti kuantitas nikmat tersebut yang akan bertambah, bisa saja kuantitas nikmat yang kita dapatkan masih sama, namun hati kita selalu merasa tercukupi dengan hal yang ada. Sering kita lihat fenomena kehidupan, di mana banyak orang kaya yang hampir memiliki dunia sepenuhnya tapi tetap merasa kurang atas apa yang dimilikinya. Ada pula orang yang bisa dikatakan tidak memiliki apa-apa tapi dengan modal syukurnya, ia tak pernah mengeluh dan merasa cukup bahkan merasa kaya dengan apa yang ia miliki.
Menariknya, Allah berfirman dalam surah Ibrahim ayat 34 dan surah an-Nahl ayat 18 dengan konteks kalimat yang sama
"Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu sangat zalim lagi sangat mengingkari (nikmatnya) (QS. Ibrahim)"
"Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya. Sesungguhnya Allah benar-benar maha pengampun lagi maha penyayang (QS. An- Nahl)"
Kedua ayat di atas seakan telah menggambarkan bagaimana sifat manusia terhadap Allah dan bagaimana Allah memaklumi sifat tersebut. Seolah manusia bagaimanapun caranya mereka tidak akan bisa menghitung nikmat yang Allah berikan kepada mereka, dengan begitu banyak nikmat yang ada pun manusia tetap akan ingkar atas nikmat tersebut. Lalu ayat lainnya dengan konteks yang sama menjelaskan bagaimana maha pengampunnya Allah, bagaimana maha sayangnya Allah kepada hambanya walaupun hambanya telah banyak mengingkari nikmat yang telah Ia berikan. Subhanallah...
Maka mari kita turunkan kembali derajat kita terhadap Allah, betapa hinanya kita, betapa lemah serta egoisnya kita sebagai hamba. Terkadang kita secara tidak sadar terlalu meninggikan derajat sehingga menganggap sepele sebuah nikmat. Mari kita ingat nikmat bernafas, dimana kita bisa bernafas secara otomatis. Bayangkan saja bagaimana jika nafas membutuhkan pengaturan manual?
Lalu, bagaimana cara bersyukur? Setelah teori yang cukup rumit di atas, kembali lagi ke terminologi syukur, yang mana syukur tak cukup hanya dengan perkataan, namun ada implementasi dalam perbuatan. Agar terhindar dari perbuatan mengingkari nikmat, Ibnu Qayyim al Juaziyah berkata dalam karyanya Madarijissalikin yang intinya segala bentuk maksiat adalah kufur asghar (kufur kecil) yang ini bertolak belakang dengan syukur, karena bentuk konkret dari syukur adalah amal kebaikan dan ketaatan. Syukur memiliki 3 rukun, yang mana jika salah satunya tidak ada maka tidak bisa dikatakan syukur, yakni: 1. Mengakui bahwa nikmat itu dari Allah 2. Memuji Allah atas nikmat tersebut 3. Memohon kepada Allah agar dengan nikmat itu kita mendapatkan rida-Nya.[^2]
Nah sobat, ini hanyalah sebagian dari formula-formula syukur, yang mana masih banyak lagi teori tentang syukur yang perlu kita pelajari. Semoga dapat diambil manfaatnya dan dapat membantu kita agar Allah memberi kita taufiq dan menjadikan kita bersama golongan orang yang bersyukur di hadapan Allah.
Wallahua'lam bisshowab.[alf]
[^1]: dipublikasikan di Diyanet Islam Ansiklopedisi oleh Mustafa CAĞRICI, 2010
[^2]: dikutip dari kitab ‘Uddah ash-Shabirin wa Dzakhirah asy-Syakirin karya Ibnul Qayyim al- Jauziyah